Isu hak kesehatan seksualitas dan reproduksi (HKSR) seringkali bersumber pada ketidakmampuan struktur masyarakat, institusi, dan negara dalam menerjemahkan problem gender dan seksualitas. Seksualitas sering dikonstruksikan sebagai istilah yang tabu, implisit, dan rahasia. Sementara pola pendidikan, sosialisasi, dan kebijakan pada masyarakat yang tergenderkan telah membentuk proses self-making yang berbeda antar jenis kelamin (laki-laki, perempuan, dan LGBT). Misalnya meskipun anak perempuan dan laki-laki memiliki keinginan yang sama untuk mengekspresikan orientasi dan hasrat seksualnya, pengalaman yang “tergenderkan” membentuk pilihan sikap yang berbeda. Namun perbedaan tersebut tidak cukup terkomunikasikan dengan baik sehingga menciptakan peluang terjadinya pelecehan, kekerasan, dan diskriminasi. Situasi ini semakin kompleks karena hadirnya relasi kuasa yang dipelihara oleh institusi (sekolah) dan negara dalam melanggengkan hierarki ideologi patriarki. Keterampilan untuk memahami dan mengurai kompleksitas hubungan antara isu seksualitas yang implisit dan pengalaman “tergenderkan” yang lebih eksplisit inilah yang belum terfasilitasi oleh model pendidikan gender dan seksualitas yang ada.
Fokus kerja SRI INSTITUTE pada isu HKSR berfokus pada upaya untuk memberikan ruang bagi seluruh elemen komunitas untuk menarasikan dan mendokumentasikan pengalaman kebertubuhan mereka dalam kerangka gender dan seksualitas. Studi yang lebih spesifik adalah mengenai isu seputar puberty, pendidikan kesehatan reproduksi, kekerasan seksual, kehamilan, LGBT dan beberapa isu lainnya dalam lingkup pemenuhan hak-hak kesehatan reproduksi.